Berandai-andai Lumut

Ada banyak kejadian yang (bisa) terjadi pada saat kita menyantap nasi goreng di sebuah warung tenda pinggir jalan. Seperti misalnya yang kualami tempo hari, ketika tiba-tiba saja pengamen waria muncul lantas berjoged di hadapanku; membuat nafsu makanku hilang seketika.

Atau misalnya kejadian setahun yang lalu yang membuat tiga malam berturut-turutku dilimpahi mimpi buruk, yaitu karena dua orang pengamen waria mencubit pipiku dengan genitnya pada saat aku hendak menambahkan potongan wortel (mentah yang direndam dalam larutan cuka bersama cabe rawit dan potongan timun, yang seseorang kemudian mengingatkanku bahwa "acar"-lah namanya) pada piring nasgorku.

Pada malam ini lain lagi kejadiannya, Saudara. Pada saat baru saja kuselesaikan santapku, datanglah seorang pengamen waria menghampiriku sembari menembangkan lagu "Ndang baliyo Sri". Demi mendengarkan ia bernyanyi itu, tiba-tiba saja aku teringat sepenggal kisah masa SD-ku.

Waktu kelas 6 SD itu aku menjadi pemimpin barisan pramuka perwakilan sekolah yang turut serta dalam kegiatan perkemahan anak-anak SD sekecamatan. Setiap perwakilan sekolah diharuskan menampilkan pementasan kelompok, sehingga kelompok kami menampilkan semacam drama musikal Ande Ande Lumut. Dan peranku dalam pementasan ini teramatlah penting, tentu seperti yang kalian duga, bukan? Yaitu sebagai penonton penggembira di bawah panggung yang menyemangati para penampil di atas pentas.

Nyanyian pengamen waria tadi mengingatkanku akan lagu dalam pementasan itu. Kira-kira begini liriknya:

Putraku si Ande Ande Lumut
Tumuruno ono putri kang unggah-unggahi
Putrine kang ayu rupane
Klething Ijo iku kang dadi asmane

Duh Ibu, kulo dereng purun
Duh Ibu, kulo mboten mudun
Nadyan ayu, sisane si Yuyu Kangkang

dst

Jadi ada seorang lelaki bernama Ande Ande Lumut yang didatangi berturut-turut oleh tiga (kalau tidak salah) gadis (kakak-beradik) yang hendak melamarnya. Dua gadis pertama, yaitu Klething Abang dan Klething Ijo, meskipun cantik-cantik, ditolaknya. Malah gadis terakhir yang sungguh buruk rupalah, yaitu Klething Kuning, yang diterimanya lantas diperistri olehnya. Tentu tidak sesederhana ini ceritanya. Si gadis buruk rupa ini sesungguhnya berhati baik sementara dua gadis cantik sebelumnya sungguh buruk kelakuannya. Tidaklah perlu berlarut-larut memikirkan cerita itu karena pada malam pementasan itu hatiku sungguh gembira karena nama "Tyas" yang kebetulan juga bermakna hati telah terpateri dalam hati. Barangkali untuk selama-lamanya. 😀

Demikianlah, Saudara. Siapa yang bisa menduga akan mengalami kejadian begitu rupa pada saat sedang menyantap nasi goreng di sebuah warung tenta pibggir jalan, bukan? Semoga saja malam ini, demikian pula malam-malam sesudahnya, tidurku tidak dilimpahi mimpi buruk gara-gara kejadian-di-warung-tenda-pinggir-jalan-pada-saat-menyantap-nasi-goreng tadi. Amin.

14 pemikiran pada “Berandai-andai Lumut

    1. Iya. Walaupun begitu, ada kalanya juga pengamen itu menghibur. Yaitu pengamen yang tidak meresahkan. Yaitu pengamen yang membawakan lagu-lagu kenangan dengan lumayan baik. 😛

      Suka

  1. kalau tentang pengalaman dengan waria itu yang bikin gimana gitu adalah dulu pernah saya digodain dan dibilangin “hai mas ganteng”… okelah saya emang ganteng (hahahaha) tapi kalau dibilang oleh waria, bbbbbbeuh rasanya gak banget ~_~a

    eh jadi ni ada hubungan tersirat bahwa sebenarnya penampilan itu tidak mencerminkan kepribadiannya gitu ya… jadi si waria bisa jadi kek klenting kuning yang sebenarnya boleh jadi orang yang perangainya lebih baik gitu, mas?

    Suka

    1. Aku juga sih, Bu, sebenarnya kurang suka dengan pengamen yang demikian. Lebih banyak terganggunya daripada terhiburnya. Tetapi karena aku suka juga dengan suasana tepi jalan, apalagi karena bisa duduk-duduk sambil sesekali ngintip ke langit, jadilah aku meneguhkan diri makan di pinggir jalan. 😀

      Suka

    1. Ya jangan takut lah. Kita gak minta mereka ngamen kok ya. Karena kebanyakan pengamen tujuannya bukan menghibur terus dapet duit, tapi asal bukan ngemis terus dapet duit.

      Suka

Silakan berkomentar sesuka hati