Perihal Nama Merek

Membaca sebuah artikel dari The Guardian berikut membuatku berpikir mengenai nama dan merek.

The Guardian: All Alphabet’s holdings have common names. What could go wrong?

Dulu sempat terpikirkan hal yang begitu juga. Mengapa orang sana sepertinya gitu banget dalam memberi nama. Semacam merek “Apple” yang secara umum adalah nama buah, yaitu apel. Ada juga “BlackBerry” yang juga nama buah. Kemudian yang paling terbaru yaitu “Alphabet”. Bukankah itu abjad?

Kalau orang kita, apakah ada yang berani menamai mereknya demikian? Kalau nama-nama semacam “Elang Perkasa”, “Kasih Ibu”, atau “Cap Capung” barangkali banyak kita jumpai sebagai nama toko atau nama merek. Akan tetapi, misalnya, adakah yang akan menamai tokonya dengan “Roti”? Atau memberi nama wartegnya “Kompor” atau “Tahu” misalnya?

“Apalah arti sebuah nama”. Itulah sebuah saduran dari kutipan orang sana yang terkenal. Barangkali itulah yang mendasari mereka menamai suatu merek secara gampangan. Nama-nama yang umum mereka jadikan nama merek.

Artikel dari The Guardian tadi menyebut semacam ketakutan bahwa ketika banyak merek yang mengambil dari kata-kata umum, maka ketika akan mencari sesuatu tentang kata umum di mesin pencari di internet akan muncul keterangan mengenai si merek, bukan kata umum yang dimaksud.

Lantas kemudian aku membaca artikel New York Times berikut ini:

Even in the New Alphabet, Google Keeps Its Capital G

Artikel di atas itu salah satunya membahas perkara generikisasi merek. Semacam yang kita temui di sini untuk kata “odol” untuk menyebut pasta gigi atau “honda” untuk sepeda motor. Di dunia sana (yang berbahasa linggis) ternyata lebih dulu terjadi generikisasi. Silakan lihat saja daftarnya di tautan berikut:

List of generic and genericized trademarks

Jadi ternyata ada kecemasan tersendiri akan pemakaian suatu kata umum menjadi sebuah merek, tetapi di sisi lain rupa-rupanya ada juga ancaman bahwa suatu merek dapat menjadi kata umum. Apa hal?

2100

Hari Saba, 22 Oktober 2100

Hari ini begitu panas. Padahal baru Oktober, tetapi musim kemangin sudah tiba. Agaknya memang dunia sedang berproses ke perubahan iklim.

Apa kabar negara? Negara baik-baik saja. Bahkan tanpo keberadaan presiden ketua pun kehidupan rakyat akan terus berjaya. Aku rasa parlemen telah memikirkan setahap-tahap untuk mengatasi keemtian pemerintahan sementara ini. Adapun para jenderal di ABRIS aku rasa dapat menyentosakan kita. Aku optimis kekuatan militer kita masih cukup tangguh untuk menangkal serangan pasukan Manusia Semut. Bukankah kita baru saja membeli ribuan supertank dari Uni Afrika?

Apa kabar primata? Mereka pun baik-baik saja tentu. KPP telah melakukan tugasnya dengan begitu sempurna. Kabarnya tahun depan akan dibangun penangkaran di selatan Bandung Baru. Semoga tercapai cita-cita KPP untuk membangun sedikitnya satu item penangkaran di tiap-tiap negara pecahan.

Rencana hari ini apakah? Akan berbaring seharian saja di rumah: menonton teletron, atau sekadar bermain pingpong. Aku sudah undang kawan-kawan untuk berkunjung. Barangkali kami akan bermain api dan membuat jagung setrum yang lezat. Siapa mau?

Barangkali sedikit terlambat, tetapi itulah yang beberapa hari lalu diminta oleh Daily Post:

The language of the future: what will it be like? Write an experimental post using some imagined vocabulary — abbreviations, slang, new terms.

Hari Pos Dunia

Barangkali sebagian dari kalian belum mengetahui bahwa hari ini, 9 Oktober 2013, adalah Hari Pos Dunia atau Hari Surat-Menyurat Internasional atau Hari Pos Internasional. Entah terjemahan yang baku adalah yang mana, aku pun tak tahu.

Jadi, di dalam entri Universal Postal Union di Wikipedia disebutkan bahwa pada tanggal 9 Oktober 1874 didirikanlah General Postal Union, yang kemudian berubah nama menjadi Universal Postal Union. Tujuannya salah satunya adalah demi penyeragaman tarif pengiriman pos ke seluruh dunia.

Bagaimana kisahnya Universal Postal Union (Kesatuan Pos Sedunia) ini menjadi badan khusus di PBB, aku pun tidak tahu. Yang jelas, si UPU ini menyebut tanggal hari ini sebagai World Post Day. Jadi, selamat Hari Pos Dunia, Saudara!

NB.
Tepat hari ini aku mengirimkan sebuah surat dan menerima sebuah surat lainnya. Meski bukan dari dan ke mancanegara, setidaknya dari dan ke luar kota. Siapa mau berkirim surat denganku?

Takut Waktu

Kalian tahu buku “Puisi-Puisi Remy Sylado: Kerygma dan Martyria”? Yang katanya setebal 1.056 halaman itu? Kira-kira lebih tebal mana dengan buku “Nagabumi”, ya?

Kata Remy Sylado di buku itu, dalam sebuah puisinya berjudul “Jarum Waktu”, takutlah pada masa datang, jangan pada masa lalu.

Kerygma dan Martyria: Puisi-puisi Remy Sylado - Remy Sylado - Google Books
Kerygma dan Martyria: Puisi-puisi Remy Sylado – Remy Sylado – Google Books

Waktu mana yang kalian takuti, Saudara? Aku sungguh takut waktu mati. Siapa bisa menjamin waktu mati kita dalam keadaan baik? Kan?

Puisi Ketimus

Jadi ceritanya aku sedang menganggut-anggut sendiri, membenarkan bahwa sekarang ide-ide sportif kreatif dalam hal berpuisi sudah banyak terkikis dari otak.

Lantas seorang kawan yang tidak perlu kita sebut namanya dan tunjuk batang hidungnya pun berkata bahwa menulis (puisi) adalah sebentuk cara untuk meluapkan emosi dan perasaan, dan apabila tidak punya emosi serta perasaan lebih baik tidak menulis (puisi) karena hasilnya akan jelek.

Karena pada siang tadi perasaanku adalah lapar dan emosi karena kelaparan, jadilah puisi ini:

View this post on Instagram

Puisi ketimus #poem

A post shared by Feriska Drajat (@farijsvanjava) on

Tertulis seribu pesan untukmu
Aku menuliskannya pada daun pisang
Lalu kubungkus dan kukukus
Maka jadilah ketimus

Bagi yang belum tahu makhluk apakah gerangan ketimus itu, silakan penasaran. Seingatku ketimus adalah penganan yang dibungkus oleh daun pisang seperti halnya lemper. Hanya saja ketimus tidak terbuat dari ketan melainkan parutan singkong.

Cara membuatnya aku kira gampang, Saudara. Pertama-tama, carilah terlebih dahulu kebun singkong. Lantas pilih kira-kira mana yang singkongnya sudah matang. Kemudian cabut, ambil singkongnya, bersihkan. Setelah itu kupaslah hingga telanjang. Baru setelah itu singkong bisa diparut menggunakan parutan. Lanjutkan membaca “Puisi Ketimus”

Api Tinta

Ternyata benar apa kata pepatah, Saudara.

Janganlah engkau bermain api jika tak ingin terbakar. Janganlah pula engkau bermain tinta bila tak ingin ternoda.

Kan?

Tangan Ternoda Tinta
Tangan Ternoda Tinta

Bahas A Asing B Barat C Cina D Dongkrak

Beberapa waktu lalu aku menjumpai ada sebentuk surat perjanjian aneh. Ianya berbahasa linggis. Padahal perjanjian tersebut adalah antara dua perusahaan dalam negeri, \dimiliki orang Jawa pula,\ sama-sama penganut hukum Indonesia dan kalau makan memakai tangan alias tidak pakai sikil.

Pekerjaan sebagaimana disebut dalam surat perjanjian akan dilaksanakan di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentu kalian juga tahu apabila bahasa resmi di sini adalah bahasa Indonesia, segala peraturan perundangan pun dibuat dalam bahasa Indonesia \kecuali barangkali hukum peninggalan masa kolonial masih berbahasa Belanda atau Melayu lama\. Maka sungguhlah aneh apabila surat perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan tersebut menggunakan bahasa linggis untuk lantas wajib diterjemahkan oleh si penerima pekerjaan ke dalam bahasa Indonesia karena berurusan dengan dinas terkait setempat. Kan aneh?

Setelah ditelaah lebih lanjut, rupa-rupanya keanehan ini terjadi akibat si perusahaan pemberi pekerjaan telah melakukan perjanjian dengan perusahaan asing pengguna bahasa linggis. Tentu surat perjanjian mereka ini berbahasa linggis hingga membuatku berkomentar begini:

“Daya tawar bahasa Indonesia sungguhkah selemah ini terhadap bahasa asing? Bukankah jauh lebih murah membuat kedua surat perjanjian dalam bahasa Indonesia? Perusahaan asing itu, silakan dia menyewa penerjemah.”

Mantan

Dulu ketika SMA pernah diberi tahu mengenai nilai rasa suatu kata. Entah oleh guru bahasa entah oleh siapa, aku lupa. Mengenai peyorasi, ameliorasi, penyempitan makna, juga perluasan makna, dst.

Mengenai kata “mantan” dan “bekas”, Saudara. Dulu itu aku diberi tahu bahwa kata “mantan” digunakan untuk menggantikan kata “bekas” tertentu agar nilai kepantasannya lebih tinggi. Lantas baru saja aku membaca artikel pada laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dengan tajuk “Dari Manakah Asal Dan Makna Kata Mantan?“. Artikel ini membenarkan penggunaan kata “mantan” untuk menggantikan kata “bekas” apabila untuk menyebut profesi-profesi terhormat semisal mantan presiden, sementara kata “bekas” tetap dipakai untuk menyebut profesi-profesi kurang terhormat semisal bekas penjahat.

Sementara itu, aku baca hariandetik.com edisi sore kemarin, ada tertulis “Ajal Brutal Wanita Paling Berani: Bekas Wali Kota Tiquecheo…”. Bagaimanakah ini?