Menghidu Debu

Aku menghidu serpihan debu yang beterbangan di serambi masjid. Aku yakin sekali serpihan debu yang melintasi depan hidungku itu adalah debu yang suci. Aku begitu yakin karena serpihan debu itu mengudara memasuki masjid.

Hujan turun deras sekali, membuat kami bertahan di serambi masjid dan tidak kembali ke kantor. Pun serpihan debu itu. Mereka berteduh menghindari guyuran hujan yang bertubi-tubi. Maka aku yakin sekali mereka itu suci, karena yang tidak suci atau yang merasa dirinya bukanlah debu yang suci akan tetap berdiam di atas jalanan.

Tiadalah mengapa diri mereka yang sudah kotor itu terkena hujan lantas dirinya basah dan terkena kotornya asam. Mereka, debu-debu yang tidak mau berteduh itu, sudah merasa kotor sedari semula. Tidak akan menjadikan harkatnya bertambah tinggi apabila mereka berteduh demi menghindari hujan. Begitulah debu-debu kotor itu berlogika.

Maka kini aku sedang menikmati aroma serpihan debu-debu suci yang berhamburan memasuki pelataran masjid demi menghindari kebasahan. Bersama masuknya sebagian kecil dari mereka ke dalam sistem pernapasanku, aku pun bertasbih.

Silakan berkomentar sesuka hati